Hadits Tarbawi tentang Persiapan Mengajar
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam dunia pendidikan kita mengenal adanya
pendidik dan peserta didik.
Pendidik
adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada peserta
didik dalam perkembangan jasmani dan ruhanninya agar mencapai kedewasaannya,
mampu melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di bumi, sebagai makhluq sosial,
dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. Adapun pengertian peserta
didik yaitu orang-orang yang sedang memerlukan pengetahuan atau ilmu,
bimbingan, maupun arahan dari orang lain.
Pendidikan
mempunyai suatu tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan yaitu menumbuhkan
dan mengembangkan watak atau kepribadian bangsa dalam berbagai kehidupannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidik haruslah profesional.
Seorang
pendidik dikatakan profesional jika ia mempunyai empat kometensi dasar yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional.
Dalam makalah ini akan di bahas hadits-hadits tentang persiapan pendidik
sebelum mengajar yang masuk dalam kompetensi profesional dan hadits-hadits
tentang sikap Pendidik mengajar disaat peserta didik dalam kondisi siap
menerima pelajaran, yang masuk dalam kompetensi
pedagogic.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana persiapan mengajar yang harus dilakukan oleh seorang guru?
2.
Mengapa peserta didik harus dalam keadaan tenang ketika menerima pelajaran?
3.
Mengapa peserta didik harus dalam keadaan tidak jenuh ketika menerima
pelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A Persiapan
Mengajar
عنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّهُ
عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِيْنَ بَعَثَهُ اِلَى اَلْيَمَنِ اِنَّكَ سَتَأْتِى
قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُوْهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوْا
أَنْ لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ فَإِنْ هُمْ
أَطَاعُوْا لَكَ بِذَلِكَ فَأخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ
خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمِ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ
بِذَلِكَ فَأخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ
مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ
بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُوْمِ
فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ( أخرجه الأئمة السنه وأحمد, وهذه
رواية البخارى : كتاب الزكاة : باب أخذ الصدقة من الأغنباء وترد فى الفقراء حيث
كانوا).
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA Muadz berkata
Rasulullah SAW pernah mengutus saya, beliau bersabda kamu akan mendatangi
orang-orang ahli kitab ajaklah mereka agar mengakui bahwa tiada Tuhan kecuali Allah
dan aku adalah utusan Allah, kalau mereka sudah mematuhinya beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka mengerjakan
sholat lima kali sehari semalam kalu mereka sudah mematuhinya beritahukanlah
kepada mereka megeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya diantara
mereka, kemudian di berikan kepada orang-orang fakir diantara mereka, kalau
mereka sudah mematuhiya tinggalkanlah harta pilihan mereka dan takutilah do’a
orang yang teraniaya karena sesungguhnya tidak ada penghalang.”[1]
1. Mufrodat:
ستأتى akan
mendatngi :
فادعهم maka mereka berdo’a :
فتردّdipungut :
المظلوم orang-orang yang teraniaya :
حخاب penghalang:
2. Qowa’id Nahwu
اهْلَ الكِتَاب: tarkib idhofi
أَنَّ مُحَمّدًا
رَسُولُ
مُحَمّدًا: أَنَّ isimnya
رَسُولُ khobarnya :
فِي كُلّ يومjar majrur :
3. Isi Kandungan
dari Hadis
Pendidik adalah orang
dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam
perkembangan jasmani dan ruhaninya agar murid mencapai kedewasaan, mampu
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di bumi, sebagai makhluq sosial, dan
sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.[2] Seorang
pendidik tentunya memiliki ilmu dan dianggap sebagai orang pintar. Sebagaimana dalam hadis tersebut telah
disebutkan bahwa akan mendatangi orang-orang ahli kitab, maka merekalah yang
dimaksudkan sebagai pendidik dalam konteks sekarang ini.
Pendidik mempunyai
tugas sebagai orang yang mengkomunikasikan atau mentransferkan ilmu pengetahuan kepada seluruh peserta didiknya. Dengan tugas ini,
pendidik harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Sebagai tindak lanjut dari tugas ini, seorang pendidik tidak boleh
berhenti belajar karena pengetahuan yang akan diberikan kepada peserta didiknya
harus dipelajari.[3]
Hal ini sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Akan
tetapi, ada hal yang lebih utama untuk diperhatikan oleh seorang peserta didik
adalah dengan menegaskan kembali keyakinannya kepada Allah SWT, meluruskan niat
mengajar dikarenakan ibadah kepada Allah SWT, serta mematuhi perintah
Rosulullah SAW.
Hal lain yang harus diperhatikan pendidik, bahwa ia sendiri
adalah pelajar. Ini berarti pendidik harus belajar terus menerus. Dengan cara
demikian ini akan memperkaya dirinya dengan ilmu pengetahuan sebagai bekal
dalam melaksanakan tugasnya, sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya
hingga peserta didik mendapatkan pemahaman dari apa yang disampaikan oleh
gurunya.[4]
B Pendidik
Mengajar disaat Peserta Didik dalam Kondisi Siap Menerima Materi
A. Peserta Didik dalam Kondisi Tenang
عن جرير ان النبي صلي الله عليه و سلم قال
له في حجة الوداع استنصت الناس فقال لا
ترجعوا بعدي كفاريضرب بعضكم رقاب بعض
“Diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah RA, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepada para sahabatnya pada saat haji
wada’(haji penghabisan atau perpisahan) Nabi SAW, tolong suruh
mereka memperhatikan (dan mendengarkan) kemudian Rosulallah SAW bersabda ditunjukan
kepada mereka janganlah menjadi kafir setelah kepergianku dengan saling berbunuhan satu sama
lain.”[5]
1. Mufrodat
استنصت
= Perhatikan
ترجعوا بعدي = Kembali
kafir setelah kepergianku
2. Qowa’id Nahwu
في حجة
= Jar majrur
استنصت
= Fi'il amr
الناس
fa’ilnya استنصت
3. Isi Kandungan
Hadis
Maksud dari hadis tersebut ialah seorang murid wajib untuk
mendengarkan apa yang dikatakan oleh gurunya. karena seorang guru merupakan
ulama, dan sebagaimana kita ketahui bahwa ulama merupakan pewaris dari para
nabi. hadis tersebut diucapkan oleh Rosulullah pada saat beliau mengerjakan
haji wada.[6]
Pada
umumnya, dalam pembelajaran suatu ilmu terdapat tahap-tahap mulai dari
mendengarkan, menghafal, serta mengamalkannya.[7]
Untuk mencapai tahapan-tahapan tersebut perlu adanya ketenangan peserta didik
agar mampu menangkap pembelajaran dengan baik. Karena sebagian besar orang akan
lebih mudah menerima pelajaran ketika dalam keadaan tenang, tidak gaduh, dan
juga kondisi jiwanya sedang dalam keadaan tenang atau tidak sedang merasakan
tekanan batin.
عن اسامة بن شريك قا ل : (اتيت رسول الله صلي الله عليه وسلم فاذا اصحابه عنده
كان علي رؤسهم الطير
“Diriwayatkan dari Usamah bin Syarik berkata, saya
datang ke Rosulullah SAW maka ketika itu para sahabatnya dan lingkungannya
(sekitanya) seolah-olah seperti burung berada di atas mereka.”
1. Mufrodat
رؤسهمkepala-kepala
mereka :
الطير burung :
2. Qowa’id Nahwu
اصحابه dhomir
ه
kembali pada Rosulullah.
Susunan
jar majrur علي رؤسهم
الطير isimnya
كان
3. Isi Kandungan
Hadis
Bahwasannya
seorang pendidik harus dapat menaungi peserta didiknya dengan memberikan
perasaan nyaman, agar peserta didik tersebut dapat mengikuti apa yang kita
ajarkan kepada mereka.
B. Peserta Didik tidak dalam Keadaan Jenuh
عن ابن مسعود قا ل كان النبي لي الله عليه و سلم يتخولنا بالموعضة
في الا يام كراهة السامة علينا
“Diterjemahkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi SAW selalu memilih
waktu yang tepat untuk memberikan nasihat, karena beliau takut kami akan merasa bosan.”[8]
1.
Mufrodat
يتخولنا : memilih
موعضة : nasihat
كراهة : benci
السامة: bosan
2.
Qowa’id Nahwu
بالموعضة: jar
majrur
في الا يام : jar
majrur
3. Isi Kandungan Hadis
Seorang
guru harus mampu memberikan nasihat yang baik terhadap peserta didiknya, agar
peserta didik tersebut dapat terus berkembang ke arah yang lebih baik dalam
pembelajarannya maupun dalam segala macam tindakannya pada kehidupan
sehari-hari. Namun ada tatacara ketika kita sebagai seorang guru akan
memberikan nasihat. Diantaranya adalah menyesuaikan terhadap kondisi
masing-masing individu peserta didik, hal ini dimaksudkan agar peserta didik
mampu menangkap dengan baik nasihat yang kita sampaikan kepadanya.[9]
Kemudian
kita juga harus dapat mengerti saat-saat yang baik ketika akan memberi nasihat,
seperti halnya memberi nasihat secara empat mata itu jauh lebih baik daripada
memberi nasihat di depan umum. Karena memberi nasihat di depan umu terkadang
menyebabkan rasa malu atau bahkan kesal dari orang yang diberi nasihat.
[2]Moh. Haitami
Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 137.
[5] Al-Imam
Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif, Ringkasan
Shahih Bukhari, (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 33
[6] Ibnu Hajar Al Asqolani,
Fathul Baari, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), hlm. 413-414
[8] Al-Imam
Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif, Ringkasan
Shahih Bukhari, (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 33
Komentar
Posting Komentar